Breaking

Senin, 11 November 2019

Kenapa Saya Orang Papua Tidak Mendukung OPM


ALFREDO KWAY

“Saya hanya mahasiswa Papua yang ingin sukses dan kembali membangun tanah kelahiran, Tanah Papua yang selalu saya rindukan, dan hanya dengan Tulisan saya menyuarakan Kebenaran“


~ALFREDO KWAY~

 Alfredo Kway adalah salah satu mahasiswa asli Papua. Dia menyampaikan kegelisahannya atas sepak terjang OPM di tanah Papua. Sebagian ungkapan hatinya dia sampaikan di laman Kompasiana.

Kemarin, ketika saya tiba di kampus untuk bimbingan pembuatan tesis saya, salah seorang teman saya yang saya ketahui sering membaca tulisan saya (karena sering saya share dalam halaman jejaring sosial milik saya) bertanya kepada saya "Sobat, kamu orang Papua, kenapa kamu tidak mendukung OPM ?, bukannya mereka adalah saudara-saudaramu juga ?".

Saya pun terdiam sebentar mendengar pertanyaan ini. Pertanyaan yang begitu menarik, bukan hanya dari teman saya kepada saya, tapi dari saya kepada diri saya sendiri.

Saya tidak menjawab pertanyaan ini dengan kalimat seperti layaknya jawaban seorang nasionalis sejati, Saya hanya mahasiswa yang berasal dari Papua dan ingin sukses dan kembali membangun tanah kelahiran, Tanah Papua yang selalu saya rindukan.

Pandangan saya yang kebanyakan tidak sejalan dengan pandangan saudara-saudara saya, para simpatisan OPM adalah berdasarkan apa yang saya liat, apa yang saya tahu, apa yang saya dengar dan apa yang saya rasakan. Oleh karena itu, pertanyaan teman saya itu saya jawab dengan beberapa alasan yang saya rasakan selama ini.

Ada beberapa alasan, kenapa saya, sebagai seorang anak asli Papua, tidak bisa sejalan dengan pandangan OPM dan para simpatisannya, yang notabenenya merupakan saudara-saudara saya satu suku dan satu Papua:

Pertama, saya pribadi bersama sebagian besar warga papua sangat merindukan dan menginginkan kedamaian ditanah papua, Ya, saya benar-benar menginginkan Papua yang damai, tapi kenyataannya para anggota OPM ataupun simpatisannya selalu menentang usaha-usaha menuju Papua yang damai, bahkan seakan mereka tak pernah menciptakan kedamaian di Tanah Papua.

Saya pernah menuliskan bahwa sepanjang tahun 2017 hingga tahun 2018, setiap bulannya selalu ada kontak senjata antara OPM, yang sering disebut sebagai Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) dengan aparat keamanan.

Serangan-serangan tersebut dilakukan oleh berbagai kelompok dengan pimpinan yang berbeda. Ketika ada salah satu kelompok dari OPM ini mulai peduli dan sadar dengan perdamaian di Papua, maka ia akan dihujat oleh mereka OPM sebagai antek NKRI.

Contohnya adalah pada Januari 2014 lalu, ketika Lambert Pekikir, salah satu pimpinan kelompok OPM di Keerom mencoba menjaga perdamaian di kampungnya sendiri, Keerom, dengan mendeklarasikan "Deklarasi Keerom Damai". Lambert Pekikir, salah satu pimpinan OPM yang paling senior yang bertahun-tahun hidup di hutan pun dihujat habis-habisan.

Hal yang menggelikan adalah pihak yang menghujat Labert Pekikir adalah KNPB, simpatisan muda OPM yang hidup di perkotaan dan tokoh-tokoh OPM di luar negeri, yang memiliki kehidupan nyaman di negaranya masing-masing.

Kemudian Pada Tahun 2017 sd 2018, seluruh jagad raya dunia ini pasti tahu akan kekejaman KKSB OPM yang menyandera, memperkosa, membakar bahkan membunuh warga di Banti Timika, kekejaman mereka seakan lupa akan jati diri Orang Papua yang Cinta Damai dan suka menebarkan Kasih.

Hal itu pula yang tejadi di Nduga baru-baru ini, dimana OPM membantai dengan sadis 31 pekerja jembatan Trans Papua yang sebagian sampai saat ini belum diketemukan jasadnya berada dimana, Sangat miris memang mendengarnya.

Kedua, rakyat Papua membutuhkan banyak hal, anak-anak Papua membutuhkan pendidikan yang layak, pemudanya butuh kesempatan untuk berkarya, para mamanya butuh tempat yang layak untuk berjualan dan para lelaki membutuhkan kesempatan untuk mengais rezeki yang layak untuk menghidupi keluarganya.

Papua membutuhkan hal-hal tersebut untuk membangun Papua dari ketertinggalan. Dan coba tebak, anggota-anggota OPM dan para simpatisannya tidak pernah membantu rakyat Papua untuk mendapatkan kebutuhannya tersebut.

Bila anda pernah ke Jayapura, Merauke, Biak atau kota-kota lain di Papua, maka akan terlihat bahwa Papua bukan daerah yang tertinggal, Papua tak jauh beda dengan kota-kota di Jawa atau daerah lain, atau bahkan Papua lebih Maju.

Tetapi bila anda mencoba masuk lebih dalam, terutama ke daerah yang merupakan markas-markas kelompok KKSB OPM di pedalaman Papua, maka akan terlihat sebaliknya.

Pembangunan tentunya membutuhkan kestabilan keamanan, dengan keberadaan kelompok KKSB di suatu daerah hal tersebut berarti menghambat pembangunan di daerah tersebut, karena mereka dengan sadarnya menentang pembangunan di tanah Papua.

Beberapa pihak mengatakan bahwa rakyat pedalaman Papua membutuhkan modal transportasi yang baik untuk memajukan kesejahteraannya, namun ketika akses jalan sudah dibangun, jembatan dibangun tapi selalu diganggu oleh kelompok separatis ini.

Menurut saya untuk memajukan kesejahteraan dan meningkatkan pembangunan di daerah tersebut, maka tidak boleh ada kelompok OPM ini di daerah tersebut karna akan mengganggu jalannya pembangunan yang dinantikan oleh masyarakat.

Ketiga, tentang tokoh-tokoh OPM di luar negeri. Sejujurnya ada banyak kekecewaan saya terhadap tokoh-tokoh OPM di luar negeri.

1.  Tokoh-tokoh ini sering membiarkan konflik Papua di luar negeri tapi tidak pernah menjelaskan tentang keberadaan kelompok-kelompok OPM/KKSB sebagai salah satu aktor dalam konflik Papua, secara tidak langsung mereka memprovokasi terjadinya perang Suku yang merugikan warga Papua sendiri.

2.  Gaya hidup mereka yang tidak acuh terhadap kesengsaraan rakyat Papua di Papua. Entah sengaja atau tidak, mereka seringkali memposting foto-foto yang menggambarkan kenyamanan dan kemewahan kehidupan mereka di luar negeri. Padahal mereka mengklaim sibuk memperjuangkan nasib orang Papua di dunia internasional.

3.  Para tokoh-tokoh Papua luar negeri ini cenderung "berjuang" hanya untuk kepentingan kelompoknya saja, atau lebih ke sisi politik saja sehingga merekapun sibuk menghujat tokoh-tokoh dari kelompok lain.

Terkait hujat-menghujat, kasus yang paling saya ingat adalah ketika kelompok Benny Wenda, juru bicara ULMWP (Unites Liberation Movement Of West Papua) menghujat Jacob Rumbiak, salah satu komisioner ULMWP. Terlepas benar atau tidaknya hujatan Benny Wenda kepada Jacob Rumbiak, tulisan berisi hujatan tersebut tidak layak untuk dipasang di dunia maya.

Hal-hal yang saya sebutkan di atas membuat saya, seorang anak asli Papua tidak bisa mendukung "perjuangan" OPM. Tidak rasanya mendukung mereka setelah apa yang sudah saya liat, dengarkan, rasakan dan pelajari. Ucap saya kepada teman saya yang mendengarkan penjelasan panjang lebar saya.

Satu lagi saya tambahkan, mengenai pembangunan infrastruktur, Pembangunan di Papua bukan hanya untuk dinikmati di masa sekarang, melainkan jangka panjang atau demi masa depan, demi anak cucu kita di Papua agar di masa depan mereka tak lagi merasakan kesusahan dalam hal apapun.(AK)

*Dikutip dari KOMPASIANA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar